Qatadah menceritakan bahwa suatu ketika Khalifah Umar ibnul Khattab r.a. sedang melakukan ibadah haji, ia melihat adanya gejala hidup santai dan kehidupan yang menyenangkan pada manusia. Lalu Beliau membacakan firman-Nya:
كُنْتُمْ
خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ
عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ
“Kalian adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia,
menyuruh kepada yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada
Allah…” (Ali Imran: 110)
Kemudian beliau berkata,
مَنْ
سَرَّهُ أَنْ يَكُون مِنْ هَذِهِ الْأُمَّة فَلْيُؤَدِّ شَرْطَ اللَّهِ فِيهَا
"Barang
siapa yang ingin dirinya termasuk golongan umat ini, hendaklah ia menunaikan
syarat yang ditetapkan oleh Allah di dalamnya."(Riwayat Ibnu Jarir dikutip oleh Ibnu Katsir)
Mungkin kita bertanya-tanya, sepertinya syarat
untuk menjadi umat terbaik sudah dipenuhi, saat ini ‘amar ma’ruf nahi munkar
sudah biasa kita saksikan, suasana keimanan juga sudah kita rasakan, namun
mengapa kondisi umat Islam sebagai suatu umat masih sangat memprihatinkan?
Angka kemiskinan masih sangat tinggi, korupsi menjadi jadi, indeks pembangunan
manusia Indonesia menurun dari peringkat 109 menjadi 111, orang stress juga
meningkat, 26 juta penduduk Indonesia menderita gangguan jiwa[1], 2,5
juta tertampung di rumah sakit jiwa[2], 50
ribu orang Indonesia bunuh diri antara tahun 2005 – 2007, belum termasuk 40
orang tiap hari yang mati akibat overdosis narkoba[3], sementara di negeri lain
umat Islam juga masih banyak yang dibunuhi, dilecehkan kehormatannya, dan
dihina keyakinannya.
Kalau kita mau jujur, walaupun penampakan
syarat-syarat untuk menjadi umat terbaik sudah terlihat, namun apa yang dilihat
oleh Umar r.a makin menggejala saat ini, kemewahan dunia telah melalaikan
sebagian umat dari tugas utamanya mengemban Islam, akibatnya Islam hanya kita
beri sisa-sisa waktu kita, itupun kalau tersisa. Kalau Khalifah Umar r.a
menasehati umat Islam saat itu agar jangan terlena dengan kemewahan, beliau
memberi contoh terbaik tentang kesederhanaan, saat ini kita melihat yang
sebaliknya, kemewahan seolah-olah menjadi kebanggaan ditengah penderitaan umat
yang berkepanjangan.
Disisi lain ‘amar ma’ruf nahi munkar yang
kita lakukan masih banyak belum menyentuh akar masalah, kita disibukkan
memberantas perzinaan sementara kita lalai untuk menyelesaikan UU yang
melegalkan perzinaan, kita sibuk membentengi aqidah umat namun kita lalai
memperbaiki sistem dan UU yang justru membolehkan perusakan aqidah umat, kita
sibuk membina umat agar tidak melakukan tindak kriminal sementara kita lalai
memperbaiki sistem yang justru membuat orang-orang menjadi kriminal, kita sibuk
berusaha membantu orang-orang miskin sementara kita lalai bahwa kita punya
kekayaan alam yang sangat melimpah dan kita lalai mengusir penjajah yang dengan
modal UU akhirnya menjarah kekayaan milik rakyat secara legal. Bagaimana bisa
kita mengharap menjadi umat terbaik kalau syarat-syaratnya belum kita
laksanakan dengan optimal?
Syarat keimanan juga belum dilaksanakan dengan optimal, Al Qur’an
& syari’at Islam masih dipilih-pilih, seolah-olah manusia lebih
pintar membuat aturan sendiri dibandingkan aturan Allah SWT. Padahal sungguh
tidak ada hukum yang lebih baik bagi manusia, baik dia mukmin atau tidak,
selain syari’ah Allah SWT. Rasulullah SAW bersabda:
لَحَدٌّ يقام في الأرض، خير لأهلها
من أن يُمطَروا أربعين صباحا
“Sungguh satu hukum yang ditegakkan dibumi lebih baik bagi
penduduknya daripada mereka diberi hujan 40 pagi.” (HR Ahmad dan An Nasa’i dari Abu Hurairah)
Disampaikan Oleh: Muhammad Nasyiruddin (Staf IKADI Aceh Singkil)

0 komentar:
Posting Komentar