Marilah kita senantiasa meningkatkan ketaqwaan kita kepada Allah SWT yang telah mengutus Rasul-Nya yang mulia, sebagai rahmat bagi seluruh alam. Dalam setiap aspek kehidupan, Rasulullah Muhammad SAW adalah sebaik-baik teladan, sebagaimana firman Allah SWT dalam Surah Al Ahzab ayat 21:
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ
اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ
اللَّهَ كَثِيرًا
“Sesungguhnya telah ada
pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang
yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak
menyebut Allah.”
Rasulullah SAW adalah orang yang sangat lembut dan penyayang.
Imam Bukhâri meriwayatkan dari Anas bin Malik, ia berkata:
Suatu ketika aku pernah berjalan bersama Rasulullah saw. Beliau
saat itu memakai selendang Najran yang kasar tepinya. Tiba-tiba ada seorang
Arab desa bertemu dengan beliau, lalu menarik selendang beliau dengan kuat,
hingga aku melihat di bagian leher beliau ada bekas ujung selendang itu akibat
kuatnya tarikan tersebut. Orang itu kemudian berkata, “Wahai Muhammad! Berikanlah kepadaku sebagian dari harta Allah yang ada
padamu.” Rasulullah saw. meliriknya, lalu tersenyum dan memerintahkanku
untuk memberikan sesuatu kepadanya.
Disisi lain Rasulullah sangat tegas dalam menegakkan syari’ah
Allah SWT, beliau tidak berkompromi dalam masalah halal-dan haram, bahkan
terhadap anak kecil, cucu beliau sendiri. Abu Hurairah r.a menceritakan bahwa Al-Hasan
bin Ali, cucu Rasulullah SAW telah mengambil sebagian kurma sedekah (zakat),
lalu memakannya. Maka Rasulullah bersabda:
«كِخْ كِخْ، ارْمِ بِهَا،
أَمَا عَلِمْتَ أَنَّا لَا نَأْكُلُ الصَّدَقَةَ؟»
“Kikh- kikh (tidak
boleh, tidak boleh), buang kurma itu! Apakah engkau tidak tahu bahwa (keluarga)
kita tidak boleh memakan harta sedekah (zakat).” (HR. Muslim)
Kita tidak bisa disebut meneladani Rasulullah SAW kalau kita
hanya mencontoh kelembutan beliau, namun tidak mencontoh ketegasan beliau,
terlebih lagi kalau kita berlemahlembut kepada orang yang melecehkan Islam,
kita baru bisa tegas dan keras kalau orang merugikan kepentingan pribadi kita.
Sungguh sikap seperti ini disindir oleh Al Hâfidz Ibnu Abdil Barr (w. 463 H)
dalam kitab Bahjatul Majâlis:
أَأَخِي إِنَّ مِنَ الرِّجَالِ
بَهِيْمَةً - فِي صُوْرَةِ الرَّجُلِ السَّمِيْعِ
الْمُبْصِرِ
فِطَنٌ لِكُلِّ مُصِيْبَةٍ فِي
مَالِهِ – وَ إِذَا يُصَابُ بِدِيْنِهِ لَمْ يَشْعُرْ
“Wahai saudaraku, sesungguhnya di antara
laki-laki (ada) binatang - dalam bentuk seorang laki-laki yang mendengar dan
melihat.
(Dia) cerdas pada setiap musibah yang
menimpa hartanya - namun, jika agamanya yang ditimpa musibah ia tidak pernah
merasa.”
Sungguh, dalam pelaksanaan hukum-hukum Allah, Rasulullah SAW bersikap
sangat tegas, beliau tidak kenal kompromi, tidak memandang apakah orang lain
akan menerimanya atau tidak, apakah akan populer ataukah justru akan dicaci.
Rasulullah pernah marah kepada Usamah bin Zaid tatkala melobi Rasulullah untuk
meringankan hukuman wanita dari kabilah Makhzumiyah yang telah mencuri.
Rasulullah juga bersikap tegas dalam memerintahkan anak-anak untuk shalat,
bahkan menyuruh memukul mereka ketika mereka enggan sholat padahal mereka belum
baligh namun sudah berusia 10 tahun.
Rasulullah juga bersikap tegas kepada siapa saja yang melecehkan
umat Islam, beliau mengusir yahudi bani Qainuqa dari Madinah dipicu oleh
pelecehan mereka terhadap satu orang muslimah. Ketika Musailamah yang mengaku
nabi, menulis surat kepada Rasul SAW, antara lain berbunyi : “Amma ba’du, dari Musailamah utusan Allah
kepada Muhammad utusan Allah. Sesungguhnya bumi ini dibagi dua; separoh untukmu
dan separuh untukku.” Maka dengan tegas Beliau SAW membalas: “Amma ba’du, dari Muhammad Rasulullah
kepada Musailamah si pendusta besar. Sesungguhnya bumi ini milik Alloh. Dia
mewariskannya kepada siapapun yang Dia kehendaki.” Kemudian beliau berkata
kepada utusan Musailamah:
أَمَا وَ اللَّهِ لَوْلَا أَنَّ
الرُّسُلَ لَا تُقْتَلُ لَضَرَبْتُ أَعْنَاقَكُمَا
“Demi Allah,
seandainya tidak karena para utusan itu tidak boleh dibunuh, sungguh telah
kupenggal leher kalian berdua!” (HR. Abu Dawud dengan sanad shahih, juga
diriwayatkan Imam Ahmad, Al Bazzar dan Abu Ya’la dengan sanad hasan).
Khalifah Abu Bakar r.a kemudian berhasil menumpas Musailamah,
pengikutnya banyak yang bertaubat, bahkan istrinya Musailamah akhirnya taubat
menjadi muslim yang baik.
Berlarut-larutnya kasus Ahmadiyah sampai saat ini adalah akibat
ketidaktegasan penguasa dalam mengambil keputusan untuk melarang ahmadiyah, padahal
MUI sudah menegaskan fatwa sesatnya Ahmadiyah, begitu juga SKB 3 menteri.
Semoga Allah memudahkan kita untuk mencontoh
kelembutan sekaligus ketegasan Rasulullah SAW dan menempatkannya sesuai dengan
ketentuan hukum syari’at yang Beliau SAW bawa.
قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ
اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللَّهُ
غَفُورٌ رَحِيمٌ
Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar)
mencintai Allah, ikutilah aku (Muhammad SAW), niscaya Allah mengasihi dan
mengampuni dosa-dosamu." Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Ali
'Imran 31)
Disampaikan Oleh: Muhammad Nasyiruddin (Staf IKADI Aceh Singkil)

0 komentar:
Posting Komentar