Pada Tahun 630 M bertepatan tahun 9 H, ketika musim panas dengan suhu yang sampai pada titik yang sangat tinggi, Rasulullah saw. mewajbkan kaum muslimin yang tidak ada udzur syar’i untuk berangkat ke perbatasan Syam dalam rangka menghadapi pasukan Romawi (Bizantium).
Perjalanan dari Madinah ke Syam, selain perjalanan yang panjang
juga sangat sukar ditempuh. Perlu ada keuletan, persediaan bahan makanan dan air.
Bagaimana sikap kaum Muslimin menyambut seruan ini? Yang berarti harus
meninggalkan isteri, anak dan harta-benda, dalam panas musim yang begitu
dahsyat, dalam mengarungi lautan tandus Padang Sahara, kering, air pun tak
seberapa, kemudian harus pula menghadapi musuh yang sudah mengalahkan Persia,
dan belum dapat dikalahkan oleh kaum Muslimin?
Ada tiga golongan yang sikapnya berbeda dalam menghadapi seruan
ini.
Golongan pertama, mereka segera
berbondong-bondong menyambut seruan Rasulullah. Diantara mereka ada orang
miskin yang tidak punya bekal, tidak ada binatang beban yang akan
ditungganginya. Abdullah bin Mughaffal Al-Muzani, berkata: "Ya Rasulullah, sediakanlah untuk kami kendaraan (kami miskin
tidak mempunyai kendaraan)." Rasulullah menjawab: "Demi Allah, aku tidak sanggup menyediakan kendaraan yang akan
membawa saudara-saudara ke medan perang." Mereka akhirnya kembali
sambil menangis karena tidak ada perlengkapan perang yang bisa mereka gunakan.
Berkaitan dengan ini Allah berfirman:
وَلَا عَلَى الَّذِينَ إِذَا
مَا أَتَوْكَ لِتَحْمِلَهُمْ قُلْتَ لَا أَجِدُ مَا أَحْمِلُكُمْ عَلَيْهِ تَوَلَّوْا
وَأَعْيُنُهُمْ تَفِيضُ مِنَ الدَّمْعِ حَزَنًا أَلَّا يَجِدُوا مَا يُنْفِقُونَ
“Dan tiada (pula dosa)
atas orang-orang yang apabila mereka datang kepadamu, supaya kamu memberi
mereka kendaraan, lalu kamu berkata: "Aku tidak memperoleh kendaraan untuk
membawamu", lalu mereka kembali, sedang mata mereka bercucuran air mata karena
kesedihan, lantaran mereka tidak memperoleh apa yang akan mereka nafkahkan.” (QS. At
Taubah : 92).
Diantara mereka ada orang kaya yang mendermakan banyak
kekayaannya, juga ada orang miskin yang mendermakan hartanya walaupun hanya
segantang (satu sha’) kurma.
Golongan Kedua, umat Islam yang ragu-ragu antara berangkat dalam
suasana yang sangat sulit, atau tetap tinggal. Sebagian mereka akhirnya
berangkat juga menyusul Rasulullah saw setelah melihat semangat puluhan ribu
umat Islam bergerak meninggalkan Madinah. Abu Khaithama, yang awalnya tidak mau
berangkat, setelah melihat suasana itu, ia menemui istrinya sambil berkata: “Rasulullah dalam terik matahari, angin dan
udara panas, sedang Abu Khaithama di tempat yang teduh, sejuk dengan makanan
dan wanita cantik diam di rumah. Sediakan perbekalanku, aku akan menyusul.”
Ada juga diantara mereka yang tetap tidak ikut, namun setelah
itu mereka menyesal dan bertaubat, mereka adalah Ka’ab bin Malik, Murarah bin Rabi’
dan Hilal bin Umayyah.
Golongan ketiga adalah orang-orang munafiq,
mereka mencari-cari alasan untuk tidak ikut memenuhi seruan Rasulullah. Mereka
bahkan mengejek umat Islam yang berusaha menta’ati seruan Rasul, juga
menghalang-halangi dan melemahkan semangat umat Islam agar tidak berangkat.
Diriwayatkan oleh Hafiz Al-Bazar dari Abu Hurairah, katanya:
Rasulullah saw. telah bersabda: "Bersedekahlah
kamu, sesungguhnya aku akan mengirimkan satu pasukan untuk pergi berperang
(Perang Tabuk), maka datanglah Abdurrahman bin Auf menghadap Rasulullah
saw. lalu berkata: "Ya, Rasulullah,
saya ada mempunyai 4 ribu dinar, yang dua ribu dinar (setara emas 8,5 kg) aku
sedekahkan dan dua ribu dinar lagi untuk belanja rumah tanggaku."
Rasulullah saw. menjawab: "Semoga
Allah memberimu berkat atas pemberianmu itu, dan memberi berkat pula terhadap
yang engkau tinggalkan." Kemudian datang lagi seorang dari kaum Ansar
yang mempunyai dua sha’ kurma seraya berkata:
"Ya Rasulullah, saya ada mempunyai dua sha’ kurma, yang satu sha’ aku
sedekahkan dan satu sha’ lagi untuk keluargaku." Menyaksikan kejadian
itu orang-orang munafiq mengejek seraya katanya: "Abdurrahman bin Auf hanya mau memberikan sedekahnya karena riya’
(pamer) saja." Sedang kepada yang memberikan satu sha’ kurma, mereka
mengejek dengan kata: "Allah dan
Rasul tidak memerlukan yang satu sha’ ini." [1] Maka Allah menyatakan:
الَّذِينَ يَلْمِزُونَ الْمُطَّوِّعِينَ
مِنَ الْمُؤْمِنِينَ فِي الصَّدَقَاتِ وَالَّذِينَ لَا يَجِدُونَ إِلَّا جُهْدَهُمْ
فَيَسْخَرُونَ مِنْهُمْ سَخِرَ اللَّهُ مِنْهُمْ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
“(Orang-orang munafik) yaitu orang-orang
yang mencela orang-orang mukmin yang memberi sedekah dengan sukarela dan
(mencela) orang-orang yang tidak memperoleh (untuk disedekahkan) selain sekedar
kesanggupannya, maka orang-orang munafik itu menghina mereka. Allah akan
membalas penghinaan mereka itu, dan untuk mereka azab yang pedih.” (QS. At
Taubah: 79)
Sekelompok orang-orang munafik ada yang berkata satu sama lain: “Jangan kalian berangkat perang dalam udara
panas”. Maka Allah berfirman:
وَقَالُوا لَا تَنْفِرُوا فِي
الْحَرِّ قُلْ نَارُ جَهَنَّمَ أَشَدُّ حَرًّا لَوْ كَانُوا يَفْقَهُونَ -
فَلْيَضْحَكُوا قَلِيلًا وَلْيَبْكُوا كَثِيرًا جَزَاءً بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ
“.... dan mereka
berkata: “Jangan kamu berangkat perang dalam udara panas begini.’ Katakanlah: ‘Api
neraka lebih panas lagi, kalau kamu mengerti! Maka hendaklah mereka tertawa
sedikit dan banyak menangis, sebagai pembalasan dari apa yang mereka kerjakan’.” (QS. At
Taubah: 81-82)
Al - Jadd bin Qais - salah seorang Banu Salimah membuat alasan
untuk tidak ikut berangkat, ia berkata kepada Rasulullah: “Ijinkanlah saya untuk tidak dibawa ke dalam ujian (fitnah) serupa ini.
Masyarakat saya sudah cukup mengenal, bahwa tak ada orang yang lebih birahi
terhadap wanita seperti saya ini. Saya kuatir, bahwa kalau saya melihat
wanita-wanita Banu’l-Ashfar (Bangsa Romawi), saya takkan dapat menahan diri.” Maka
Allah menurunkan ayat:
وَمِنْهُمْ مَنْ يَقُولُ ائْذَنْ
لِي وَلَا تَفْتِنِّي أَلَا فِي الْفِتْنَةِ سَقَطُوا وَإِنَّ جَهَنَّمَ لَمُحِيطَةٌ
بِالْكَافِرِينَ
“Di antara mereka ada
orang yang berkata: ‘Berilah saya izin (tidak pergi berperang) dan janganlah
kamu menjadikan saya terjerumus ke dalam fitnah’. Ketahuilah, bahwa mereka
telah terjerumus ke dalam fitnah.” (QS. At Taubah : 49)
Apapun perintah Allah, apalagi yang perlu pengorbanan lebih,
akan senantiasa kita dapati ketiga sikap tersebut. Saat ini, saat syari’ah
Islam diabaikan, saat hukum-hukum Allah SWT dianggap kriminal, kuno dan
kampungan, saat umat Islam terpuruk dalam kehinaan dan kenistaan akibat mereka
dijauhkan dari kehidupan alaminya, yakni kehidupan yang diatur oleh hukum-hukum
Allah dalam naungan khilafah, maka perjuangan kearah ini sekarang senantiasa
memanggil kita. Semoga Allah menjadikan kita termasuk orang orang yang
bersegera memenuhi panggilan seruan ini. Semoga Allah menjauhkan kita dari
sifat berlambat-lambat, mencari-cari
alasan, atau bahkan mengejek syari’ah Allah SWT.
وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلَا
مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَمْرًا أَنْ يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ
مِنْ أَمْرِهِمْ وَمَنْ يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا مُبِينًا
“Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula)
bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu
ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan
barang siapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat,
sesat yang nyata.” (QS. Al Ahzab : 36)
Disampaikan Oleh: Muhammad Nasyiruddin (Staf IKADI Aceh Singkil)

0 komentar:
Posting Komentar