Di dalam al-Quran, Allah SWT menceritakan penyesalan manusia calon penghuni neraka tatkala hari kiamat tiba disebabkan karena menjadikan seseorang sebagai kawan dekatnya yang membuatnya terperosok dalam neraka. Allah SWT berfirman:
يَا
وَيْلَتَى لَيْتَنِي لَمْ أَتَّخِذْ فُلَانًا خَلِيلًا. لَقَدْ أَضَلَّنِي عَنِ
الذِّكْرِ بَعْدَ إِذْ جَاءَنِي وَكَانَ الشَّيْطَانُ لِلْإِنْسَانِ خَذُولًا
“Kecelakaan besarlah bagiku; kiranya aku (dulu) tidak menjadikan
si Fulan sebagai teman akrab(ku). Sesungguhnya ia telah menyesatkan aku dari
al-Quran ketika al-Quran itu datang kepadaku.” (Q.S al-Furqan: 28-29)
Mereka pun saling menuduh dan menyalahkan,
bahwa temannya itulah yang mengajak dan mendorongnya melakukan pelanggaran
terhadap hukum-hukum Allah SWT. Maka mereka --yang ketika hidup di dunia
merupakan teman akrab, ketika tiba hari kiamat kelak menjadi musuh satu sama
lain sebagaimana disampaikan dalam ayat lainnya. Allah SWT berfirman:
اَلْأَخِلَّاءُ يَوْمَئِذٍ بَعْضُهُمْ
لِبَعْضٍ عَدُوٌّ إِلَّا الْمُتَّقِينَ
“Teman-teman
akrab pada hari itu (datangnya hari kiamat), sebagiannya menjadi musuh bagi
sebagian yang lain kecuali orang-orang yang bertakwa.” (QS al-Zukhruf: 67)
Apa yang kita saksikan dalam kehidupan
sehari-hari menunjukkan bahwa persahabatan dengan motivasi kepentingan materi,
atau manfaat duniawi lainnya, tidaklah akan kekal, bahkan tidak jarang masih di
dunia pun sudah terjadi permusuhan. Yang dulunya berkawan erat bisa saling
serang dan saling membongkar aib, bahkan saat berbeda negara sekalipun.
Persahabatan yang kekal abadi adalah
persahabatan antara sesama orang-orang yang bertakwa, persahabatan yang
didasarkan pada landasan ketakwaan, bukan persahabatan yang didasarkan kepada
kesamaan kepentingan duniawi, kesukuan, atau kebangsaan.
Persahabatan yang terbangun atas dasar
Islam bisa dibuktikan dengan melihat sejauh mana kesesuaian mereka dengan
syari’at Allah dalam menjalin hubungan. Kawan sejati adalah yang akan
memberikan nasihat kepada sahabatnya, akan mengingatkannya ketika keliru, dan
akan bekerjasama dalam menegakkan amar ma’ruf dan nahi munkar di tengah-tengah
manusia dapat dilaksanakan. Kawan sejati bukanlah kawan yang diam saja ketika
sahabatnya menyimpang dari aturan Allah SWT.
"Pada suatu hari, ada dua orang pemuda
sedang berkelahi, masing-masing dari kaum Muhajirin dan kaum Anshar. Pemuda
Muhajirin itu berteriak; 'Hai kaum Muhajirin, (berikanlah pembelaan untukku!) '
Pemuda Anshar pun berseru; 'Hai kaum Anshar, (berikanlah pembelaan untukku!) '
Mendengar itu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam keluar dan bertanya:
مَا
هَذَا دَعْوَى أَهْلِ الْجَاهِلِيَّةِ
'Ada apa ini? Bukankah
ini adalah seruan jahiliah? ' Orang-orang menjawab;
لَا
يَا رَسُولَ اللَّهِ إِلَّا أَنَّ غُلَامَيْنِ اقْتَتَلَا فَكَسَعَ أَحَدُهُمَا
الْآخَرَ
'Tidak
ya Rasulullah. Sebenarnya tadi ada dua orang pemuda yang berkelahi, yang satu
mendorong yang lain.'
Kemudian Rasulullah bersabda:
فَلَا
بَأْسَ وَلْيَنْصُرْ الرَّجُلُ أَخَاهُ ظَالِمًا أَوْ مَظْلُومًا إِنْ كَانَ
ظَالِمًا فَلْيَنْهَهُ فَإِنَّهُ لَهُ نَصْرٌ وَإِنْ كَانَ مَظْلُومًا
فَلْيَنْصُرْهُ
“Tidak
mengapa, hendaklah seseorang menolong saudaranya (sesama muslim) yang berbuat
zhalim atau yang sedang dizhalimi. Apabila ia berbuat zhalim/aniaya, maka
cegahlah ia untuk tidak berbuat kezhaliman dan itu berarti menolongnya. Dan
apabila ia dizalimi/dianiaya, maka tolonglah ia!” (HR. Muslim dari Jabir r.a).
Pola hubungan inilah yang seharusnya kita
lakukan dalam setiap dimensi kehidupan, siapapun teman kita, apakah dia miskin
atau kaya, pejabat, penguasa ataupun rakyat jelata, persahabatan yang tercermin
dengan sikap saling membantu dan memotivasi untuk berbuat keta’atan kepada
Allah, dan saling mengingatkan dan mencegah dari pelanggaran syari’at-Nya.
Disisi lain ketika teman kita berbuat maksiyat, mengajak pacaran dan
pergaulan bebas, melanggar aturan-Nya, memprovokasi umat untuk menolak syari’at-Nya, membuat aturan yang
bertentangan dengan aturan-Nya, menggadaikan negeri ini kepada asing dengan
kebijakan-kebijakannya, maka seharusnya
sikap seorang sahabat adalah dengan mengingatkannya dan mencegahnya dari melakukan
yang demikian tersebut, membiarkannya atau mensupportnya untuk berlaku dzolim
bukanlah sikap seorang kawan sejati, bahkan ini adalah sikap yang akan
mencelakakannya diakhirat kelak.
Kita memang harus siap berkawan dengan
siapa saja --meskipun sebelumnya menjadi musuh kita-- jika Islam menghendaki
kita harus bersatu dengan. Sebaliknya, kita harus sanggup menjadikan siapa pun
sebagai musuh kita --termasuk orang yang sebelumnya amat dekat dengan kita--
jika mereka menentang Islam, menghalangi dakwah, atau menyuburkan kemaksiatan,
yang oleh karenanya Islam menghendaki kita menjadikannya sebagai musuh. Jadi,
kawan dan lawan tak selalu abadi, namun kehendak Islamlah yang abadi, dan
faktor itulah yang harus kita jadikan sebagai landasan dalam memilih kawan. Semoga
Allah memberikan kawan-kawan sejati kepada kita, kawan yang bisa menjalani
suka-dukanya kehidupan dalam langkah menggapai ridho
Allah SWT.
Disampaikan Oleh: Muhammad Nasyiruddin (Staf IKADI Aceh Singkil)

0 komentar:
Posting Komentar