dakwatuna.com – Seorang aktivis dakwah membutuhkan istri yang ‘tidak biasa’. Kenapa?
Karena mereka tidak hanya memerlukan istri yang pandai merawat tubuh, pandai
memasak, pandai mengurus rumah, pandai mengelola keuangan, trampil dalam
hal-hal seputar urusan kerumah-tanggaan dan piawai di tempat tidur. Maaf, tanpa
bermaksud mengecilkan, berbagai kepandaian dan ketrampilan itu adalah bekalan
‘standar’ yang memang harus dimiliki oleh seorang istri, tanpa memandang apakah
suaminya seorang aktivis atau bukan. Atau dengan kalimat lain, seorang
perempuan dikatakan siap untuk menikah dan menjadi seorang istri jika dia
memiliki berbagai bekalan yang standar itu. Lalu bagaimana jika sudah jadi
istri, tapi tidak punya bekalan itu? Ya, jangan hanya diam, belajar dong.
Istilah populernya learning by doing.
Kembali kepada pokok bahasan kita. Menjadi istri aktivis berarti bersedia
untuk mempelajari dan memiliki bekalan ‘di atas standar’. Seperti apa? Berikut
ini adalah bekalan yang diperlukan oleh istri aktivis atau yang ingin menikah
dengan aktivis dakwah:
1. Bekalan Yang Bersifat Pemahaman (fikrah).
Hal penting yang harus dipahami oleh istri seorang aktivis dakwah, bahwa
suaminya tak sama dengan ‘model’ suami pada umumnya. Seorang aktivis dakwah
adalah orang yang mempersembahkan waktunya, gerak amalnya, getar hatinya, dan
seluruh hidupnya demi tegaknya dakwah Islam dalam rangka meraih ridha Allah. Mendampingi
seorang aktivis adalah mendampingi seorang prajurit Allah. Tak ada yang
dicintai seorang aktivis dakwah melebihi cintanya kepada Allah, Rasul, dan
berjihad di jalan-Nya. Jadi, siapkan dan ikhlaskan diri kita untuk menjadi
cinta ‘kedua’ bagi suami kita, karena cinta pertamanya adalah untuk dakwah dan
jihad!
2. Bekalan Yang Bersifat Ruhiyah.
Berusahalah untuk mendekatkan diri kepada-Nya. Jadikan hanya Dia tempat
bergantung semua harapan. Miliki keyakinan bahwa ada Kehendak, Qadha, dan Qadar
Allah yang berlaku dan pasti terjadi, sehingga tak perlu takut atau khawatir
melepas suami pergi berdakwah ke manapun. Miliki keyakinan bahwa Dialah Sang
Pemilik dan Pemberi Rezeki, yang berkuasa melapangkan dan menyempitkan rezeki
bagi siapa yang Dia kehendaki. Bekalan ini akan sangat membantu kita untuk
bersikap ikhlas dan qana’ah ketika harus menjalani hidup bersahaja tanpa
limpahan materi. Dan tetap sadar diri, tak menjadi takabur dan lalai ketika Dia
melapangkan rezeki-Nya untuk kita.
3. Bekalan Yang bersifat Ma’nawiyah (mentalitas).
Inilah di antara bekalan berupa sikap mental yang diperlukan untuk menjadi
istri seorang aktivis: kuat, tegar, gigih, kokoh, sabar, tidak cengeng, tidak
manja (kecuali dalam batasan tertentu) dan mandiri. Teman saya mengistilahkan
semua sikap mental ini dengan ungkapan yang singkat: tahan banting!
4. Bekalan Yang bersifat Aqliyah (intelektualitas).
Ternyata, seorang aktivis tidak hanya butuh pendengar setia. Ia butuh istri
yang ‘nyambung’ untuk diajak ngobrol, tukar pikiran, musyawarah, atau diskusi
tentang kesibukan dan minatnya. Karena itu, banyaklah membaca, rajin mendatangi
majelis-majelis ilmu supaya tidak ‘tulalit’!
5. Bekalan Yang Bersifat Jasadiyah (fisik).
Minimal sehat, bugar, dan tidak sakit-sakitan. Jika fisik kita sehat, kita
bisa melakukan banyak hal, termasuk mengurusi suami yang sibuk berdakwah.
Karena itu, penting bagi kita untuk menjaga kesehatan, membiasakan pola hidup
sehat, rajin olah raga dan lain-lain. Selain itu, jangan lupakan masalah
merawat wajah dan tubuh. Ingatlah, salah satu ciri istri shalihat adalah
‘menyenangkan ketika dipandang’.
Akhirnya, ada bekalan yang lain yang tak kalah penting. Itulah sikap mudah
memaafkan. Bagaimanapun saleh dan takwanya seorang aktivis, tak akan mengubah
dia menjadi malaikat yang tak punya kesalahan. Seorang aktivis dakwah tetaplah
manusia biasa yang bisa dan mungkin untuk melakukan kesalahan. Bukankah tak ada
yang ma’shum di dunia ini selain Baginda Rasulullah?
0 komentar:
Posting Komentar